Kondisi yang pernah terjadi: Ada pihak yang telah melakukan pencarian di mesin pencari google dan menemukan 40 ribu tulisan yg mengandung kata fingerprint. Di sana sama sekali tidak ditemukan riset sidik jari yang berhubungan dengan bakat, kepribadian, atau kecerdasan anak.


Tanggapan: Tidak bisa menemukan di internet bukan berarti riset itu tidak ada. Bukankan dimungkinkan: risetnya ada, tapi tidak dipublikasikan secara luas khususnya dalam bahasa inggris, atau mungkin betul-betul cara mencarinya yang kurang “canggih” sehingga apa yang harusnya ada tidak kemudian ditemukannya. Jika ada yang mengatakan bahwa tidak ada satu pun riset yang menunjukkan hubungan antara pola sidik jari dan kecerdasan, maka dia belum betul-betul mencari. Silahkan cek yang berikut ini; semua adalah riset yang tunjukkan kaitan antara pola sidik jari dan kecerdasan:

 http://en.cnki.com.cn/Article_en/CJFDTOTAL-JPXZ200201023.htm

 http://en.cnki.com.cn/Article_en/CJFDTOTAL-HNYK198901009.htm

 http://en.cnki.com.cn/Article_en/CJFDTOTAL-RLXB501.005.htm

 http://en.cnki.com.cn/Article_en/CJFDTOTAL-CDYX602.006.htm

 http://goo.gl/H5Rwc


Terlepas dari hasil penelitian di atas, mari kita cermati yang berikut ini:


Penting untuk diketahui bahwa dasar analisa sidik jari ini berasal terutama dari wilayah Asia, terutama Cina dan India. Sehingga amatlah wajar manakala penelitian dari wilayah tersebut tidak lantas bisa ditemukan. Karena semisal belum ada jurnal penelitian berbahasa inggris yang mengulas secara ilmiah tentang khasiat jamu dan secara umum ramuan herbal, apakah lantas kita menolak dan serta merta mengatakan bahwa jamu dan ramuan herbal itu bohong dan tipu-tipu? Saya kira tidak.


Apa yang dimaksud “ilmiah” seringkali adalah metodologi riset berbasis lab. Dalam kasus jamu, itu artinya peneliti harus menemukan kaitan antara zat dalam jamu dengan reaksi kimiawi yang ditimbulkannya pada tubuh manusia secara spesifik. Jikapun penelitian itu sudah dilakukan dan dinyatakan terbukti khasiat jamu dan herbal, kita sudah dibuat percaya sebelum penelitian formal itu datang. Karena kita telah melihat bukti dan testimoni.

Dalam kasus analisa sidik jari, maka apa yang disebut “ilmiah” jangan-jangan adalah ketika peneliti sudah betul-betul bisa mencari sambungan syaraf yang mengaitkan antara jari kita dengan syaraf di otak. Tapi orang-orang Cina dan India telah punya sejarah pembelajaran yang amat panjang sedemikian rupa ilmu tentang sidik jari ini telah menjadi semacam warisan turun menurun yang terus terpelihara sampai sekarang karena ilmu ini dianggap efektif. Bahwa kemudian penelitian formal (ala barat) tidak atau belum berhasil membuktikan keabashannya dalam cara-cara mereka, maka itu bukanlah salah ilmu analisa sidik jari, itu adalah kelemahan dari metodologi ilmiah yang ada.


Riset para peneliti di Cina dan India pada dasarnya berbasis etnografi (metodologi fenomenologis yang basisnya dari antropologi) dan dilakukan secara longitudinal (dalam rentang waktu cukup lama) dan berbasis sampling. Model risetnya induktif (berawal dari realita empiris) dengan data triangulation (sumber data dr waktu dan tempat yg berbeda).


Boleh dikata, bahkan ilmu-ilmu dari Timur seringkali tidak perlu menunggu pengakuan dari kacamata keilmuan formal untuk bisa diakui kemanfaatannya. Seluruh cabang ilmu yang berkembang sekarang bagaimanapun masihlah teramat muda bila dibandingkan dengan ilmu yang dimiliki oleh nenek moyang negara-negara di dunia ini.


Terlepas dari apa yang kami sampaikan di atas, selain menggunakan riset dari Asia, sesungguhnya kami juga menggunakan riset dari Amerika. Penting untuk dipahami bahwa formula penentuan bakat dan profil kompetensi genetis melalui sidik jari ini ibaratnya bumbu atau resep masakan rahasia. Sedemikian rupa, perlu dimaklumi betapa publikasi tentang hal ini tidak bisa dengan mudah didapatkan :-)