Singkat kata: Iya, tapi tidak sepenuhnya. Terlepas dari kemiripan yang dimiliki JaPo dengan tes psikologi, namun sesungguhnya ilmu analisa sidik jari untuk identifikasi personality traits dan talenta skill bukan berasal dari disiplin ilmu psikologi, khususnya dalam metodologi input dan pemrosesannya. 


Meskipun tes sidik jari JaPo bukan berasal dari ilmu Psikologi murni, namun sesungguhnya tes sidik jari memiliki karakteristik yang mirip dengan tes psikologi.


Pertama, tes psikologi yang baik selalu membuat sampling perilaku secara representatif dalam rangka mengukur suatu atribut atau untuk memprediksi suatu keluaran. Ini dilakukan untuk memastikan bahwa alat tes bersangkutan betul-betul mengukur apa yang memang ingin diukur. Dalam konteks JaPo, sampling yang dimaksud adalah himpunan tendensi dan potensi kemampuan yang dipunya. Inilah yang juga menjadi faktor prediktif atas performa riil.


Sampling yang menjadi faktor prediktif atas performa riil seseorang dalam analisa JaPo berbentuk himpunan tendensi dan potensi kemampuan.


Kedua, sampel behavior pada tes psikologi diperoleh berdasarkan kondisi yang terstandarkan. Dalam hal ini, tesnya harus diberlakukan secara persis sama terhadap seluruh orang. Kita ketahui bahwa ketika seseorang menjalani tes psikologi, ada beragam faktor yang dapat mempengaruhi skor di luar karakteristik, atribut, atau trait yang sedang diukur. Hal ini bisa berupa faktor terkait lingkungan (misalkan temperatur ruangan, pencahayaan), sang examiner (misalkan sikap mereka, cara instruksi dibacakan oleh mereka), sang examinee (misalkan kondisi sakit, pusing) dan tesnya sendiri (misalkan seberapa mudah pertanyaan bisa dipahami); semuanya dapat berdampak pada skor tes. Tes psikologi yang baik selalu mengontrol seluruh kondisi tersebut agar diperoleh hasil yang betul-betul mengarah pada perihal yang ingin diukur atau diamati. 


Dalam konteks JaPo, pengondisian dan standarisasi ini juga dilakukan dalam hal semisal menstandarkan cara pengambilan sidik jari sedemikian rupa mengarah pada standar tingkat kejelasan citra sidik jari dari setiap orang. Perlu diketahui bahwa hasil dari tes JaPo tidak terpengaruh oleh faktor lingkungan seperti temperatur ruangan, mood dari petugas pengambil citra sidik jari, kondisi kesehatan dari examinee, bahkan tidak terpengaruh oleh kemampuan sang examinee dalam berbahasa dan memahami maksud pertanyaan. 


Ketiga, di dalam tes psikologi haruslah terdapat aturan baku terkait skoring sehingga setiap pemberi tes akan memberikan skor dalam cara yang seragam. Sebagai contoh, seorang guru bisa memberi poin sebesar 1 untuk setiap jawaban benar dari pertanyaan multiple-choice, dan akan menambah atau mengurangi poin berdasarkan bagaimana bentuk jawaban siswa untuk soal berbentuk esai. Asalkan aturannya jelas, maka siapapun guru yang mengoreksi soal pastilah akan memberikan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam konteks analisa sidik jari JaPo, data citra sidik jari diolah dengan bantuan komputer dengan formula khusus. Hal ini memastikan adanya konsistensi dalam hal metode pemrosesan data dan skoring hasil analisa. 


Tes psikologi pada umumnya disusun berdasarkan sampel perilaku yang dipilih secara cermat sedemikian rupa mampu memberi eviden atas kriteria kinerja atau apapun yang menjadi maksud tes. Sampel perilaku yang dimaksud adalah yang darinya dapat teramati kompetensi dan behavior untuk memungkinkan ditariknya simpulan dari sampel perilaku tersebut. Hasil dari tes ini dapat digunakan untuk menggolongkan orang per orang, menunjukkan kualitas dirinya, dan menempatkannya dalam suatu tipikal atau kategori. 


Analisa JaPo menggunakan indikator kompetensi dan tendensi behavior untuk menarik simpulan (atau prediksi) atas performa seseorang.


Dalam beragam lingkup karakteristik dan pengertian di atas, maka sesungguhnya analisa JaPo dapat digolongkan ke dalam asesmen psikologi. Apabila asesmen psikologi menggunakan sampel perilaku untuk mengungkap kompetensi dan behavior, maka analisa JaPo langsung menggunakan indikator kompetensi dan tendensi behavior untuk menarik simpulan (atau prediksi) atas performa seseorang di wilayah tertentu. Tidak seperti penilaian subyektif manusia, tes JaPo mampu mengeluarkan hasil dalam bentuk kuantitatif sebagaimana lumrahnya instrumen pengukuran saintifik yang menggunakan angka untuk menggambarkan ukuran. Pengkuantifikasian hasil tes JaPo ini memungkinkan amatan yang dihasilkan dapat terkomunikasikan secara lebih presisi. Tes JaPo juga berisi hasil kualitatif dan penggolongan peserta tes dalam klasifikasi yang distingtif satu sama lain. 


Meski demikian, akar dan metodologi pembentukan hasil identifikasi dalam analisa sidik jari bukanlah didasarkan pada metodologi tes psikologi pada umumnya, yang biasanya berbasis kuesioner (self report) dan behavior observation dalam beragam varian dan bentuknya.