Ini juga merupakan miskonsepsi. Semua dimulai dari proses rekruitment di mana job description disusun untuk menjabarkan requirement bagi kandidat. Dari daftar ini tersebutlah standar minimal terkait keterampilan, pengetahuan, sertifikasi, strata pendidikan, atau juga pelatihan yang dibutuhkan untuk melakukan suatu kerja. Karena requirement itu seringkali menjadi titik berat dalam men-screening kandidat, banyak manajer yang akhirnya lalai memperhatikan kemampuan natural yang pada akhirnya menentukan kinerja optimal di tempat kerja.


Yang benar adalah: meskipun skill dan knowledge terkait job merupakan aspek penting bagi job requirement dasar, namun keduanya tidaklah lebih penting daripada natural talent untuk mencapai sukses jangka panjang di pekerjaan. Sebagai contoh: kebanyakan pengemudi taksi bisa saja belajar mengingat rute jalan, namun pengemudi taksi yang paling sukses adalah yang memiliki kemampuan bawaan: kemampuan untuk mengetahui kapankah si pelanggan ingin berbicara, sikap komunikatif yang ramah, kemampuan mengindera arah, kemampuan observasi, kemampuan berdiplomasi, mengkoordinasi mata dan kaki, dan kemampuan bawaan lainnya.


Manajer seringkali lalai dalam melihat perbedaan antara kelayakan untuk melakukan kerja berdasarkan skill yang dilatih dengan kecocokan (matching) untuk menjalani kerja berdasarkan faktor kepribadian dan bakat-bakat alami. Masalahnya adalah bahwa bakat alami seringkali memang lebih susah untuk diidentifikasi daripada trainable skill. Ini lah yang pada gilirannya membuat orang-orang dengan bakat alami yang bagus tersingkirkan atau tidak ditempatkan di bidang kerja yang tepat.