Ini juga merupakan miskonsepsi, yakni adanya anggapan bahwa dengan training dan coaching yang tepat, dengan sikap yang tepat, pegawai manapun dapat belajar untuk jadi baik di hampir semua pekerjaan.


Mitos ini terkait dengan buaian keyakinan “Kamu bisa melakukan apapun asal segenap daya pikirmu tercurahkan ke sana”. Banyak manajer menarget para karyawan dengan beragam tantangan untuk membuat mereka berkembang di luar bakat alami mereka, bahkan mempromosikan mereka ke posisi manajerial yang membuat mereka tidak lagi bisa menjalani kerja-kerja yang mereka suka karena mau tak mau harus mendelegasi. 


Yang benar adalah: Memang karyawan dapat beradaptasi, dan dapat “dibengkokkan” dan “dibentuk” untuk menjalani suatu peran secara rata-rata baik. Namun kecuali mereka berada di peran yang sesuai dengan motivated abilities (bakat alami) mereka, mereka tidak akan mampu melesat tinggi ataupun menikmati kerjanya. Alih-alih, mereka akan jadi disengaged (bekerja tanpa ‘ruh’ karena berlepas diri secara emosi), mungkin akan mereasa kepayahan, atau mencari cara untuk berganti peran, atau bahkan berusaha meninggalkan atau mangkir dari pekerjaan. 


Bakat tempaan memang dimungkinkan terbentuk, namun apabila kita bisa mengetahui bakat natural sejak awal, tentu ini akan lebih baik. Kita tidak bisa sekedar mengandalkan latihan dan ketekunan. Atau sebenarnya lebih tepatnya: bahkan kemampuan seseorang untuk bisa tekun dalam berlatih lebih lama dan lebih keras di “bidang tertentu” juga merupakan suatu bentuk turunan genetis . Perhatikan penekanan pada aspek di bidang tertentu. Pada dasarnya kita akan bisa tekun, khususnya pada bidang yang kita memang punya bakat alami di sana. Oleh karenanya, hargailah bakat tempaan, namun tetap jangan melupakan bakat alami kita.